Catatan 6 Bimtek Penulis Sejarah: Sejarah Lokal di Era “Raja-Raja Lokal”
A. Pengantar
“Penelitian dan penulisan sejarah lokal betul-betul mendapat tempat dan booming pada saat sekarang, di era reformasi ini, era yang oleh sebagian pengamat disebut dengan zaman penguasa lokal (raja-raja lokal). Malah ada daerah yang melakukan lebih 1.000 hasil penelitian, penulisan, dan publikasi sejarah lokalnya sejak tahun 1999. Hingga sekarang pun, penelitian dan penulisan sejarah lokal masih menjadi prioritas oleh banyak daerah atau kepala daerah. Ironisnya, setiap pergantian kepala daerah berganti pula penulisan sejarah lokalnya”, demikian kata pembuka yang disampaikan oleh Nara Sumber, Bapak Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan, SEJARAWAN Indonesia yang juga guru besar ilmu sejarah Universitas Andalas Padang (Rabu, 11/5/2016) kepada peserta Bimbingan Teknis (Bimtek). Adapun Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan adalah nara sumber keenam pada BIMBINGAN TEKNIS PENINGKATAN KAPASITAS TENAGA KESEJARAHAN BAGI PENULIS SEJARAH YANG TIDAK BERLATARBELAKANG SEJARAH. Bimtek ini diselenggarakan oleh Kemendikbud Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah, yang dilaksanakan di Grand Inna Muara Hotel Padang, selama 5 hari yaitu mulai tanggal 9 Mei s,d 13 Mei 2016.
Adapun materi Bimtek yang disampaikan olehk Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan ini berjudul SEJARAH LOKAL DI ERA ‘”RAJA-RAJA LOKAL” . Hal apa saja yang beliau sampaikan secara lengkap dapat dibaca pada bahan presentasi yang beliau sampaikan. Selanjutnya, dari bahan presentasi tersebut hal-hal atau bagian-bagian mana yang menurut penulis penting maka penulis catat atau ambil intisarinya dan penulis upload di website penulis dan tentunya dengan maksud dibagikan khusus untuk teman-teman yang berminat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan sejarah namun belum mendapat kesempatan untuk mengikuti Bimtek ini atau pihak lain membutuhkan. Dan apa isinya silahkan baca paparan di bawah ini.
B. Isi Materi Bimtek
1. Fakta
Kenyataan sejarah lokal (sebagiumana diajukan oleh Taufik Abdullah 2005:15) bahwa “sejarah suatu ‘tempat’, suatu ‘locality’ yang batasannya ditentukan oleh ‘perjanjian’ yang diajukan oleh penulis sejarah”.
Sejarah lokal betul-betul mendapat tempat dan mengalami booming pada saat sekarang, era reformasi, era yang oleh sebagian pengamat disebut dengan zaman penguasa lokal (raja-raja lokal).
2. Batasan Spasial
Batasan spasial dari objek penelitian mengacu pada batasan yang diajukan Taufk Abdullah (2005:15), yaitu “perjanjian” perjanjian yang diajukan oleh penulis sejarah (daerah yang terbatas). Namun batasan daerah spasial (daerah yang terbatas) itu sering juga diintervensi oleh elit lokal (kepala daerah), yang oleh sebagian pengamat dinamakan “raja-raja lokal”
3. Banyak Penelitian dan Publikasi Sejarah Lokal
Kajian historiografi di beberapa daerah membuktikan banyak sekali penelitian, penulisan sejarah lokal dewasa ini (era reformasi:;era “raja-raja lokal”). Misalnya, sejak tahun 1998 ada daerah dengan lebih dari 1.000 penulisan, dan publikasi sejarah lokal.
Hingga saat sekarang penelitian dan penulisan sejarah lokal masih menjadi prioritas oleh banyak daerah atau kepala daerah (penelitian baru atau re-rekonstruksi). Di samping itu pemerintah pusat beberapa waktu belakang ini juga mendukung/mengapresiasi penelitian, penulisan, serta publikasi sejarah lokal. Misalnya, ada LKTS, Lomba Penulisan Buku Sejarah Lokal, dll. Oleh karena itu, kesempatan yang besar bagi sejarawan untuk berperan serta, namun harus dengan pemahaman yang utuh.
4. Beberapa Kecenderungan Penulisan Sejarah Lokal Terkini
a. Penelitian dan Penulisan Sejarah Lokal
1) Space (tempat)
-Daerah administratif (propinsi, kabupaten, kota)
-Daerah budaya (yang berhubungan dengan daerah administratif)
2) Time (Temporal)
-Sejak adanya daerah administratif (budaya) tersebut
-Sejak adanya waktu-waktu tertentu (kedatangan kel. Masyarakat tertentu, dll)
3) Aspek Kajian (Sejarah Politik, Sosial, dan Budaya)
-Pembentukan daerah administratif dan hari lahir daerah (propinsi, kabupaten, dan kota) yang bersangkutan
-Penduduk dam masyarakat (asal usul dan perkembangan penduduk/masyarakat)
-Adat dan budaya (serta agama),, ABS, SBK
-Tokoh-tokoh (pejuang, raja)
-Kerajaan-kerajaan (lama)
b. Pelaksanaan Penelitian, Penulisan, dan Publikasi
-“Disposori” oleh pemerintah daerah
-Topik atau tema ada yang ditentukan oleh pemerintah daerah
-Kontrol/izin dari pemerintah daerah (ada tema/topik tertentu yang “tidak boleh” diteliti)
-Kalau tidak ikut “kebijakan” pemerintah daerah maka penelitian tidak disetujui, tidak diberi dana, dan bahkan tidak diizinkan pelaksanaan penelitiannya
c. Corak Penulisan
Corak penulisan daerah sentris (dalam kadar tertentu bersifat disintegratif)
Contoh:
-Penulisan sejarah Riau (Banyak narasi yang menyatakan Riau “hebat”, narasi yang membenturkan diri dengan pemerintah pusat dan Sumatera Barat, seperti Melayunisasi Riau, buku Membentuk Privinsi Riau (2000), dan lain sebagainya)
-Penulisab sejarah Rao (Narasi yang melihat Rao bukan bagian dari Minang Kabau, Rao lebih tua dari Minang Kabau, Sejarah Rao (2003)
d. Penulis
-Sejarawan amatir (wartawan, peminat sejarah, tokoh-tokoh adat/budaya)
-Sejarawan akademis (yang didanai/dibayar)
-Pegawai Pemda (yang umumnya minta diikutsertakan)
-Dan tentu saja sejarawan akademis (profesioal) untuk kepentingan ilmiah
e. Tujuan:
-Kepentingan politik (pengusulan pemekaran wilayah, penempatan/legitimasi daerah dalam sejarah, legitimasi etnis./kel. masyarakat tertentu dalam sejarah)
-Penentuan identitas
-Buku ajar untuk lembaga pendidikan (SD, SLTP, SLTA) à Muatan lokal, BAM
-Kepentingan akdemis (ilmiah) seperti skrips, tesisi, disertasi, dll.
5. Beberapa Masalah
a.Penetapan konsep daerah memperlihatkan kerancuan (terutama karena adanya kealpaan thd konsep waktu yang dikaji):
1)Daerah sebagai “daerah administratif”
-Provinsi
-Kabupaten/Kota/Nagari
2)Daerah sebagai “daerah budaya”
-Etnis
-Sub-etnik
-Lintas etnik (perbatasan)
Contoh:
Prop. Sumatera Barat dan Kab. Padang Pariaman. Di mana Daerah administratif ini telah mengalami beberapa kali perubahan wilayah
-Sumatera Barat setidaknya 3 kali perubahan
-Kab. Padang Pariaman lebih dari 7 kali perubahan
b.Sejarah lokal & Daerah budaya
-Daerah budaya iru dinamis (sangat tergantung pada mobilitas pendukung kebudayaan ybs.).
-Daerah administratif cenderung diidentikan dengan daerah budaya, padahal daerah administratif ≠ daerah budaya
c.Pengaruh kolonialisme (Belanda) di mana penguasa Belanda cenderung menyamakan daerah administratif dengan daerah budaya
Misanya:
1) Ketika Gouvernement Sumatra’s Westkust (1906 ) dibagi menjadi dua residentie, maka:
-Residentie Tapanoeli (di utara), yaitu identik dengan dengan daerah budaya Batak
-Residentie Sumatra’s Westkust (di selatan), yaitu identik dengan daerah budaya Minangkabau
2) Provinsi Riau misalnya:
Di bagian utara (Afdeeling Bengkalis) dekat dengan atau menjadi bagian dari budaya Melayu (Deli) dan dimasukan ke dalam Residentie Sumatra’s Oostkust
-Di bagian barat (Onderafdeeling XIII Kampar) menjadi bagian dari budaya atau dengan dekat dengan budaya Minangkabau, yaitu Residentie Sumatra’s Westkust
-Di bagian selatan (Afdeeling Indragiri) menjadi bagian dari budaya atau dengan dekat dengan budaya Kepulauan, yaitu Residentie Riouw en Onderhoorigheden (District Kuantan dari Afdeeling ini sesungguhnya bgn dari daerah budaya Minangkabau).
d. Keadaan berubah pada Zaman Jepang dan RI
1) Pada zaman Jepang, di mana Riau Shu identik dengan Prov. Riau dewasa ini
2) Awal Kemerdekaan, di mana Keresidenan Riau (Riau dewasa ini)
Sejak pengakuan Kedaulatan, Keresidenan dan Prov. Riau (Riau dewasa ini + Kep. Riau)
-2002 à Prov. Riau dewasa ini
-2003 Bagaimana menentukan daerah budaya Riau dewasa ini? Penulisan sejarah lokal Riau dan mengklaim “Kilometer Nol-nya Melayu”
e. Daerah budaya (dinamis)
Misal: Daerah budaya Minangkabau:
a)Darek (Luhak Nan Tigo)
b)Rantau
-Rantau Pesisir
-Rantau Hilir (Rantau Tujuah Jurai)
-Rantau Lubuksikaping-Pasaman
-Rantau Surambi Sungaipagu
-Rantau Meulaboh
-Rantau Negeri Sembilan
-dlsbnya.
6. Tentang Sejarah Lokal
Beberapa hal yang terkait dengan sejarah lokal yang perlu diperhatikan oleh penulis sejarah:
a. Sejarah suatu “tempat”, suatu “locality” yang batasannya ditentukan oleh “perjanjian” yang diajukan oleh penulis sejarah”
b. Semakin sempit lokalitasnya semakin baik (sejarah kemunculan sejarah lokal ini mmg diawali dari studi mengenai sebuah “kampung”
c. Dalam lokalitas yang sempit memberi kesempatan kepada kita untuk lebih dekat dengan objek
d. Objek yang paling utama adalah manusia (warga) lokalitas yang dipilih (bukan hanya tokoh besar atau elit yang dikaji, tetapi manusia biasa yang bergumul dengan berbagai masalah keseharian)
e. Peran sosial, politik, ekonomi, budaya “manusia biasa” akan nampak bila spasial (lokalitas) kajian disempitkan
f. Bagaimana dengan batasan temporal?
1)Periodesasi sejarah lokal haruslah sesuai dengan sejarah lokalitas itu.
2) Ada kajian yang melihat sejarah lokal dalam rentang waktu yang sangat panjang (masa prasejarah atau legendaris hingga kontemporer)
-Ada yang melihat dalam kurun waktu tertentu
-Sebaiknya à dibatasi pada periode tertentu saja”
Misalnya à topik dalam LKTS dan penulisan buku Sej Lokal
g.Bagaimana dengan aspek kajian?
-‘Politik
– Sosial
– Ekonomi
-Budaya
-Dll.
Secara keseluruhan aspek-aspek tersebut di atas perlu dikaji.
h.Bagaimana dengan sumber?
1) Sumber tertulis
2) Lisan
3) Historiografi tradisional/sastra bersejarah (perlu kemampuan ekstra)
Diperlukan kemampuan untuk mendapatkan sumber, serta ”menghitung” sumber yang akan dipergunakan, hingga mendekati kenyataan historis dari sejarah sebagai kejadian (history as actuality) yang akan dikaji
4) Perlu kemampuan melakukan kritik sumber
i. Kesempatan Berperan-serta
1) Rerekonstruksi sejarah lokal menjadi sejarah “manusia lokal”
2) Mengembalikan kajian sejarah lokal menjadi kajian yang sesuai dengan norma dan kaidah ilmu sejarah
3) Sejarah lokal sebagai bagian dari sejarah nasional
4)Rekonstruksi bentuk lainà Sejarah publik dari sejarah lokal
– Alternatif dari “kebosanan” pembaca dengan rekonstruksi sejarah konvensional
– Menyajikan dalam bentuk-bentuk baru, seperti film dokumenter, museum, historical site, novel sejarah, web-site, dlsbnya.
– Mengurangi banyaknya narasi sejarah lokal dalam sejarah nasional
– Alternatif karir bagi sejarawan akademis
C. Penutup
“…dengan semakin boomingnya penulisan sejarah lokal ini, baik yang dilakukan oleh para penulis dari semua kalangan, termasuk para penulis sejarah yang tidak berlatar belakang sejarah, maka pada kesempatan ini pihak-pihak tersebut berkesempatan berperan serta dalam penulisan sejarah lokal tersebut. Akan semakin bagus bila memulainya dengan menulis daerah sendiri misalnya sejarah kampung sendiri, sebab semakin sempit lokalitasnya semakin baik, sebab sejarah kemunculan sejarah lokal ini memang diawali dari studi mengenai sebuah “kampung”. Oleh karena kesempatan yang besar untuk menulis sejarah bagi sejarawan dan bagi semua kalangan terbuka untuk berperan serta, namun perlu menjadi peehatian bahwa para penulis sejarah mesti memiliki pemahaman sejarah yang utuh”, demikian SEJARAWAN Indonesia yang juga guru besar ilmu sejarah Universitas Andalas, Padang, Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan mengakhiri penyampaian materinya tentang SEJARAH LOKAL DI ERA ‘”RAJA-RAJA LOKAL”.
Tinggalkan Balasan