Catatan 4 Seminar Nasional Sejarah: Pers Perempuan Sumatera Barat dan Sumatera Utara
A.Pengantar
“Bicara tentang pers yang spesifiik, yaitu masalah Pesr Perempuan. Bila dilihat sejarah sangat sedikit sekali tentang pers perempuan apalagi untuk pers Sumatera, padahal pers perempuan ini sangat sentral dan penting dalam kehidupan dan perjuangan bangsa Indonesia.” demikian kata pembuka yang disampaikan oleh Narasumber Ketiga Hari Pertama Seminar Nasional Sejarah, yaitu “Dr. Wannofri Samry ” (Staf Pengajar Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Padang) kepada para peserta Seminar Nasional 71 Tahun Indonesia Merdeka di Convention Hall Universitas Andalas Padang, Selasa 23 Agustus 2016.

Penyampaian Materi Seminar oleh Dr.Wannofri Samry (Staf Pengajar Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas) dengan judul ” Pers Perempuan Sumatera Barat dan Sumatera Utara Dari Terjajah ke Merdeka Dari Ideologis ke Kapitalis” (Convention Hall Universitas Andalas Padang, Selasa 23 Agustus 2016)
B. Isi Seminar
Adapun materi seminar yang disampaikan oleh Dr.Wannofri Samry berjudul “Pers Perempuan Sumatera Barat dan Sumatera Utara: Dari Terjajah ke Merdeka dari Ideologi ke Kapitalis”. Hal apa saja yang disampaikan dapat dibaca pada paparan di bawah ini. Namun sebelum masuk pada paparan isi seminar, akan penulis perkenalkan sedikit biodata tentang nara sumber ketiga seminar nasional ini sesuai informasi yang disampaikan oleh moderator. Dr. Wanofry Samry saat seminar ini menjabat sebagai Ketua Masyarakat Sejararawan Indonesia (MSI) Cabang Sumatera Barat. Beliau memperoleh gelar S1 di Universitas Andalas, S2 di Universitas Indonesia, dan S3 di University Kebangsaan Malaysia di Selangor.
Selanjutnya di bawah ini paparan makalah tentang Pers Perempuan Sumatera Barat dan Sumatera Utara yang penulis intisarikan dari 2 sumber yaitu, pertama dari hasil rekaman saat beliau presentasi dan kedua dari makalah beliau yang terdapat dalam proseding seminar.
Menurut paparan Dr.Wannofri Samry bahwa keterlibatan kaum perempuan dalam penerbitan pers paling tidak sudah bermula sejak dekade pertama abad ke-20. Ini merupakan lompatan kemajuan di mana kaum perempuan berusaha memasuki kerja modern dan kerja intelektual. Dalam kajian ini akan diuraikan mengenai relasi antara pers perempuan dan relasinya dengan gerakan feminisme kaum perempuan di Sumatera.
Secara historis periode sejarah perempuan di Sumatera bisa dibagi atas berapa bagian, yaitu:
1. Periode Pertama
Pada periode awal ini gerakan kaum perempuan juga fokus kepada semangat penggugahan terhadap perempuan, yaitu dengan memberikan kesadaran akan pentingnya pendidikan. Penerbitan pers periode awal isinya lebih banyak masalah adat, pengetahuan umum, pengetahuan rumah tangga dan keterampilan.
Periode pers awal ini memberikan kesadaran kepada perempuan perlunya kemajuan dan modernisasi. Periode pers seperti ini diwakili oleh Soenting Melajoe (1912, Padang), Soeara Perempuan (1914), Perempuan Bergerak (1919), Asjrag (1925), Soeara Kaoem Iboe Soematera (1925)
a. Soenting Melajoe
Kehadiran Soenting Melajoe sangat penting dalam pergerakan kaum perempuan. Taufik Abdullah menyebut penerbitan Soenting Melajoe sebagai fase gerakan feminisme di Minangkabau. Penerbitan Soenting Melajoe tentu mengejutkan banyak pihak, ia melebihi gagasan R.A Kartini. Ide dan wujud penerbitan Soenting Melajoe terus tersebar sampai ke dataran Asia, Afrika, dan Eropa.
b. Soeara Perempoean
Penerbitan Pers “Soeara Perempuan” (1914) terasa lebih modern dalam bersikap, ia menyatakan tidak cukup hanya mempelajari adat, kaum perempuan juga mesti melirik ke Barat dengan mempelajari segala ilmu-ilmu Barat.
c. Perempuan Bergerak
Di penghujung dekade ke-2 abad ke-20 di Medan terbit pula Perempuan Bergerak, sebuah surat kabar yang pengakuan redakturnya transpirasi oleh kemajuan pergerakan perempuan di Sumatera Barat. Perempuan Bergerak sejak awal menunjukkan pandangan yang cukup tajam dalam memandang relasi laki-laki dan perempuan. Pada no.16 Januari 1920, disajikan polemik Mohammed Daroes dengan Ketua Redaksi T.Sabariah. Polemik itu adalah mengenai pernyataan Daroes, tentang pendapat yang mengatakan “perempuan sebagai racun bagi yang beeiman”, padahal menurut Sabariah laki-lakipun bisa menjadi racun bagi perempuan.
2.Periode Kedua
Periode kedua, menjelang tahun 1930-an terjadi perubahan yang cukup berarti dalam gerakan dan pers perempuan. Pada periode ini pers perempuan bukan hanya memikirkan kemajuan perempuan dalam artian geografis dan gagasan sempit, tetapi juga hal-hal yang lebih luas, yaitu Indonesia.
Pada tahun 1925 terbit majalah Asjraq di Padang yang bercita-cita untuk “memerdekakan kaum ibu”. Sejumlah perempuan juga terlibat dalam penerbitan ini seperti Sjafiah, Nierani dan Sjarifah. Pada tahun yang sama (1925) di Padang Panjang juga diterbitkan Soeara Kaoem Iboe Soematra yang juga mempeejuangkan kemerdekaan kaum ibu. Sebelum tahun 1930-an, di mana pergerakan nasional semakin memperlihatkan jati dirinya, maka gerakan perempuan jugaxmengorganisasikan dirinya, Asjraq (surat bulanan persekutuan dari perkumpulan perempuan) mewacanakan untuk mengorganisasikan perempuan Sumatea untuk memperkuat gerakan mereka. Sejak tahun 1925 Asjraq berusaha melepaskan diri dari “binaan laki-laki”. Organisasi ini menjalin beberapa persatuan peremouan di berbagai kota untuk memusyawarahkan gerakan perempuan dan juga memperkokoh penrrbitan pers. Untuk menggapai cita-cita yang lebih luas maka tahun 1929 Asjraq berubah nama menjadi Asraq yang menerbitkan Soeara Kaoem Iboe Soemtera.
Pada masa ini gerakan perempuan sudah menjalar ke berbagai negeri dan pada setiap kota sudah muncul perempuan-perempuan terpelajar yang sadar akan hak dan kewajibannya. Perempuan-perempuan mulai sadar akan pentingnya pengetahuan dan bacaan, karena itu mereks berlangganan surat kabar, bahkan menulis di surat kabar. Oleh karena itu tidak sedikit nama-nama perempuan yang dijumpai di surat-surat kabar dan majalah memasuki periodr ketiga,
3. Periode Ketiga
Periode ketiga adalah sepanjang tahun 1930-an dan sebelum Indonesia Merdeka. Pada masa ini gerakan feminis radikal dan semangat keIndonesiaan semakin bergelora. Pada tahun 1933 penerbitan Medan Poetri yang digagas oleh para Pelajar Persatuan Muslimin Indonesia menunjukkan semangat kebangsaan.
Gerakan radikalisme pada perempuan terlihat di Tapanuli, tanpa ragu-ragu dan lantang disuarakan oleh majalah “Soeara Iboe” (1932). Setiap penerbitan majalah Soeara Iboe selalu menyuarakan kemajuan kaum perempuan, juga menyuarakan agar para wanitw dibebaskan dari kurungan adat.
Selanjutnya tahun 1937 terbit majalah “Keotamaan Isteri” (KI) yang terbit oleh Keotamaan Isteri Boedi Oetomo Medan, di mana isinya lebih menampilkan kemoderenan dan kebangsaan. Penulis yang banyak menyumbangkan tulisan di majalah KI antara lain Rasuna Said. Beliau seorang juru pidatobyang hebat dan tokoh pergerakan wanita yang berbasis Islam-Modenis. Penulis-penulis lain adalah Fatimah AW, SK Tri Murti dan para ahli organisasi Keotamaan Isteri. Melalui majalah KI para penulis itu sering mengemukakan persamaan hak dengan kaum laki-laki.
Selanjutnya pada 18 Mei 1938 diterbitkan pula surat kabar 3 bulanan Menara Poetri yang dipimpin oleh seorang penulis yang sangat populer Rangkajo Rasoena Said, perempuan Minang Kabau yang sebelumnya sering menyuarakan tulisannya di berbagai surat kabar dan majalah Soematera.
4. Pers Perempuan Setelah Merdeka
Sepanjang masa pergerakan nasional Indonesia setidaknya telah terbit 14 pers perempuan di Sumatera, tetapi suara pers perempuan Sumatera seakan tidak terdengar setelah Indonesia merdeka, kecuali penerbitan majalah “Dunia Wanita” pada tahun 1949. Majalah ini diterbitkan oleh Ani Idrus ketika Belanda mau mengakhiri agresinya yang ke-2,
Penerbitan majalah “Dunia Wanita” tampaknya adalah lanjutan dari gelombang feminisme liberal di Indonesia, yang mengharapkan wanita dan lelaki mendapatkan kesempatan yang sama dalam lingkungan mereka. Penerbitan majalah “Dunia Wanita” ini adalah penerbitan terakhir yang diurus oleh kaum perempuan.
E. Tanya Jawab dan Penutup
Tidak jauh berbeda dengan Judul makalah Prof. Gusti Asnan tentang Premanisme di Sumatera zaman revolusi , maka demikian pula dengan judul makalah dari Dr.Wannofri Samry tentang Pers Perempuan Sumatera Barat dan Sumatera Utara ini sangat menarik, sehingga tak heran makalah ini juga mengundang pertanyaan dari para peserta seminar, sebagai berikut:
Penanya 1
Mengapa Pers perempuan yang setelah merdeka menjadi turun, padahal setelah merdeka banyak kongres-kongres wanita?
Penanya 2
Pers itu berhubungan dengan profesi yang keras seperti wartawan atau jurnalis, kenapa kaum perempuan bisa menembus hal tersebut, terutama Sumatera Barat yang menganut sistem Matrilineal
Jawaban Narasumber
Berbagai faktor yang mempengaruhi turunnya pers perempuan setelah merdeka. Dari paparan di atas terlihat bahwa terjadi kemunduran pers perempuan di Sumatera, termasuk Pers Sumatera Barat terutama saat sesudah Indonesia merdeka. Dalam diskusi tentang mundurnya peranan pers dan jurnalis perempuan, maka ada beberapa alasan yang dikemukakan. Perempuan berada dalam posisi yang rumit untuk menerjuni dunia pers secara profesional, Perempuan merasa belum merasa bebas untuk menerjuninya karena faktor tanggung jaeab yang melingkupi mereka seperti masalah anak dan suami serta urusan tetek bengek keluarga. Industri pree saat ini adalah industri kapitalis yang mementingkan pasar, apapun bisa dijual. Jadi perempuan lebih banyak sebagai hiasan surat kabar. Wartawan-wartawan wanita dianggap tidak layak dan mengganggu sirkulasi kerja karena ada masa-masa tertentu yang membuatnya terbatas, seperti hamil dan melahirkan, serta ditambah lingkungan budaya yang sering mengganggu.
Kondisi penurunan pers perempuan dan faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran tersebut dterjadi sampai sekarang”, demikian kata penutup yang disampaikan oleh Dr.Wannofri Samry kepada peserta seminar tentang makalahnya yang berjudul “Pers Perempuan Sumatera Barat dan Sumatera Utara ini”
Refetensi
Proseding Seminar Nasional 71 Tahun Indonesia Merdeka. 2016. Jaringan Kebangsaan Antar-Nusa. Padang: Labor Sejarah Univrrsitas Andalas.
Hasil rekaman penyampaian presentasi oleh Dr.Wannofri Samry tentang Pers Perempuan Sumatera Barat dan Sumatera Utara::Dari Terjajah ke Merdeka dari Ideologi ke Kapitalis. Selasa 23 Agustus 2016.
Tinggalkan Balasan